Sejarah Desa
Sejarah Desa
Dlemer merupakan salah satu desa dari 18 desa yang
terdapat di Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Desa Dlemer merupakan
tempat yang sangat bersejarah dilihat dari keberadaan lokasi kerajaan kecil di
Arosbaya yaitu kerajaan Plakaran, yang pusat pemerintahannya sudah berpindah ke
Arisbaya (sekarang Arosbaya). Sejarah dari terbentuknya desa Dlemer khususnya
nama desa, tidak terlepas dari sejarah peradaban kerajaan kecil serta
persebaran islam pertama di Arosbaya khususnya di kawasan Madura barat. Nama
Dlemer atau juga disebut Dlemir berasal dari istilah budaya dan istilah islami
yaitu Dhalem Amir. Dhalem merupakan kediaman/rumah sesepuh, sedangkan Amir
merupakan panggilan dalam bahasa arab untuk raja/penguasa. Jadi nama desa
Dlemer merupakan tempat kediaman penguasa pada masa pemerintahan kerajaan kecil
di Arosbaya, sedangkan pusat kerajaan kecil tersebut berada di desa Plakaran.
Sejarah Kerajaan kecil tersebut tidak lepas dari situs keramat Makam Agung yang
terletak di desa Plakaran yang banyak dikenal dengan situs keramat Islam Onggu’
(Islam Mengangguk).
Sebelum adanya kerajaan kecil tersebut, Arosbaya
mengalami beberapa masa. Yang pertama Masa dimana sebelum adanya kerajaan
kecil, para leluhur di Arosbaya memiliki budaya kerohanian dan kebatinan yang
sangat kental yaitu agama sebelum menyebarnya Islam di Arosbaya. Kemudian masa
kerajaan kecil di desa Plakaran. Serta masa kerajaan Islam dimana Agama Islam
dapat menyebar ke seluruh wilayah Arosbaya hingga ke Madura Barat.
Pada kisaran awal abad ke XV silam, salah seorang
keturunan kerajaan yaitu Ki Demung Plakaran yang berasal dari Madegan Kabupaten
Sampang, hijrah ke daerah Arosbaya tepatnya di desa Plakaran. dipimpin oleh Ki
Demung Plakaran yang apabila dijabarkan secara rinci merupakan keturunan dari
Raden Ainul Yaqin, Sunan Giri. Sebelum terbentuknya kerajaan atau pemerintahan
kecil tersebut, Ki Demung membentuk kelompok kecil masyarakat, lalu kemudian
membentuk sistem pemerintahan kecil serta memposisikan dirinya sebagai pemimpin
pemerintahan. Dalam masa pemerintahannya, Ki Demung menjadi panutan masyarakat.
Kemudian Ki Demung menikah dengan salah satu gadis yang bernama Ni Sumekar.
Pernikahannya bersama Ni Sumekar dikaruniai lima orang anak, yang bernama
Pangeran Pramono, Pangeran Pratolo, Pangeran Pratali, Pangeran Panangken, dan
Pangeran Pragalba.
Pada saat masa pemerintahan Ki Demung, beliau pernah
memperoleh petunjuk pada saat bertapa. Petunjuk tersebut mengisyaratkan bahwa
siapa dari salah satu putranya akan menggantikan dirinya sebagai pemimpin
kerajaan. Dan Pangeran Pragalba lah yang kemudian melanjutkan kepemimpinan Ki
Demung Plakaran. Setelah Ki Demung wafat, Pangeran Pragalba alias Pangeran Ki
Lemah Duwur dinobatkan menjadi pemimpin kerajaan kecil di Plakaran.
Pada masa pemerintahan Pangeran Pragalba, beliau
memiliki tiga orang istri. Bersama salah satu istrinya yang bernama Nyi Ageng
Mamah dari Madegan Kabupaten Sampang, Pangeran Pragalba dianugrahi tiga orang
anak yaitu Raden Pratanu, Raden Prakoso, dan Raden Pranoto. Dan pada saat
Pangeran Pragalba sepuh, beliau mengamanahkan putra sulungnya, Raden Pratanu
untuk menjadi putra mahkota guna melanjutkan pemerintahan sang ayah.
Pada masa inilah sejarah tentang julukan Pangeran
Pragalba sebagai Pangeran Islam Ongguk bermula. Konon, saat Raden Pratanu yang
mulai beranjak remaja, sering kali didatangi oleh seorang lelaki amat tampan
dan berbusana serba putih (sorban). Setiap kali lelaki tersebut hadir dalam
mimpinya, lelaki tersebut selalu menganjurkan agar Raden Pratanu segera mencari
tahu tentang agama baru, yakni Agama Islam dan juga dianjurkan agar mendalami
agama tersebut ke daerah Kudus.
Karena mimpi yang sama sering dialami Raden Pratanu,
akhirnya beliau bercerita pada ayahnya yaitu Pangeran Pragalba. Pangeran
Pragalbo kemudian mengutus Patihnya Empu Bageno, untuk pergi ke Kudus agar
mencari tahu tentang agama tersebut. Dalam beberapa sumber sejarah Madura,
tidak disebutkan apakah keluarga Pangeran Pragalbo saat itu memeluk Agama apa.
Setelah Empu Bageno sampai di daerah Kudus, Empu
Bageno kemudian berjumpa dengan Sunan Kudus dan menjelaskan maksud serta
tujuannya datang ke Kudus, yaitu untuk mencari tahu tentang Agama Islam.
Kemudian Sunan Kudus menegaskan bahwa Empu Bageno akan bisa mendalami Agama
Islam jika dia masuk dan memeluk Agama Islam.
Setelah menjadi muslim serta menjadi santri Sunan
Kudus yang tekun dan patuh, Empu Bageno akhirnya kembali ke Arosbaya. Setelah
Raden Pratanu mengetahui bahwa Empu Bageno telah mempelajari Agama Islam lebih
dulu dari pada dirinya, Raden Pratanu merasa marah dan sempat ingin menghukum
Empu Bageno. Namun hal itu tidak terjadi dan pada akhirnya Raden Pratanu
memeluk Agama Islam dengan mengucap dua kalimat Syahadad.
Sejarah yang telah beredar dimasyarakat, mengatakan
bahwa julukan Pangeran Islam Ongguk (Pangeran Pragalba) bermula ketika Raden
Pratanu yang mengucapkan kalimat Syahadat didepan ayahnya yaitu Pangeran
Pragalba karena dikatakan bahwa beliau masih belum memeluk islam dan pada saat
itu dikatakan juga bahwa Pangeran Pragalba mengangguk sebagai isyarat masuk
agama islam. Namun penggalan sejarah tersebut dinilai tidak tepat oleh
salah satu tokoh masyarakat Bangkalan Kh. Hasanuddin Madani. Beliau merupakan
tokoh islam di Bangkalan yang tahu tentang sejarah keislaman di Madura
khususnya di Arosbaya. Menurut beliau, julukan pangeran Ongguk bukan merupakan
upaya Peng-Isalaman Raden Pragalbo, namun pangeran Pragalba mengangguk
merupakan isyarat dari kesepahaman Pangeran Pragalba terhadap Agama Islam dan
menyetujui semua gagasan bahwa memeluk Agama Islam dijadikan kebijakan
kerajaan. Karena sebenarnya, kerajaan kecil pragalba sudah membawa islam sejak
masa pemerintahan Ki Demung Plakaran. Selain itu Pangeran Pragalba juga
memiliki tanda bahwa telah beragama Islam yaitu Pangeran Pragalba mengenakan
sorban yang dikenakan dibelakang bajunya. Begitulah, sejarah sebenarnya tentang
julukan Pangeran Islam Onggu’ yang tidak diketahui masyarakat umum di Madura
khususnya di Arosbaya sendiri.
Pada masa kerajaan, persebaran Islam masih secara
tertutup karena para keturunan raja khawatir akan adanya perselisihan antara
kerajaan dengan budaya kerohanian dan kebatinan yang ada di masyarakat
Arosbaya. Para keturunan raja khususnya Ki Demung dan putranya pangeran
Pragalba menunggu datangnya tokoh agama yang kokoh untuk mempermudah menyiarkan
Agama Islam. Sehingga sejarah yang beredar tidak menjelaskan detail bahwa
keluarga Pangeran Pragalba sudah memeluk Agama Islam. Karena apabila
dijabarkan, silsilah dari Ki Demung Plakaran akan menujukkan bahwa keturunan
kerajaan merupakan keturunan dari Raden Ainul Yaqin Sunan Giri. Berikut catatan
silsilah singkat keturunan kerajaan.
Berdasarkan silsilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keturunan raja Ki Demung Plakaran dan Raden Pratanu sudah memeluk islam, dan
karena kentalnya kebudayaan Arosbaya masyarakat arosbaya hingga Raden Pratanu
belum mengetahui tentang Agama Islam. Dan sejarah persebaran Agama Islam di
arosbaya diawali dari Raden Pratanu yang telah mengetahui Agama Islam dan pada
masa itulah Agama Islam mulai menjadi kebijakan kerajaan. Dimasa itu, Raden
Pratanu menikah dan dikaruniai 5 orang anak. Salah satu diantaranya adalah
putri yang bernama Raden Ayu Ireng. Raden Ayu Ireng kemudian disandingkan
dengan keturunan Ulama besar yaitu Pangeran Musyarif yang berasal dari
keturunan Syekh dari Timur Tengah.
Pangeran Musyarif merupakan keturunan dari Syekh
Jamaludin Akbar al-Husaini (Keturunan Husain). Syekh Jamaludin Akbar merupakan
seorang muballigh terkemuka, dan tokoh besar penyebar Islam di Nusantara.
Dikisahkan Pangeran Musyarif datang ke Madura tepatnya di Gunung Geger untuk
menyebarkan Agama Islam. Dengan disandingnya Pangeran Musyarif dengan Raden Ayu
Ireng yang merupakan keturunan dari kerajaan, maka persebaran Islam di Arosbaya
semakin pesat sehingga menjadi seperti sekarang. Karena usaha Pangeran Musyarif
dalam menyampaikan dakwah Islam, beliau dijuluki dengan nama Pangeran Musyarif
Panotogomo yang berasal dari kata Panoto yang berarti penata dan kata Agomo
yang berarti agama.
Sehubungan dengan nama desa Dlemer yang mengandung
nilai budaya dan agama, diyakini bahwa nama tersebut dibawa oleh Pangeran
Musyarif yang meletakkan istilah bahasa kebudayaan serta istilah bahasa arab
dalam nama desa Dlemer. Beberapa sumber mengatakan bahwa lokasi tepat beradanya
rumah kediaman raja berada di belakang kediaman Kepala Desa Dlemer namun tidak
ada bekas peninggalan yang menunjukkan sisa bangunan kediaman raja tersebut.
Dikatakan juga bahwa ada peninggalan sejarah berupa Kolla (Pemandian raja)
serta lokasi awal beradanya pandai besi di Arosbaya yaitu di Dlemer barat, dan
desa Mangkon. Lokasi pandai besi tersebut kemudian dipindah ke daerah lain di
Arosbaya yang kemudian dinamakan Pandian yang berarti tempat pandai besi. Namun
peninggalan tersebut tidak menyisakan sisa bangunan, sehingga apabila tidak
dibangun infrastruktur sejarah, maka masyarakat tidak akan tahu tentang sejarah
peninggalan kerajaan di desa Dlemer.
Komentar
Posting Komentar